Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1

Bagi orang yang lahir di sekitar tahun 1990 sepertiku, mengikuti keberjalanan serial Harry Potter sudah jadi sesuatu yang sangat umum. Sejak novel pertamanya yang berjudul Harry Potter and the Philosopher’s Stone (diterbitkan di AS dan banyak negara lain dengan judul Harry Potter and the Sorcerer’s Stone), dunia dilanda demam Harry Potter yang berkelanjutan, terutama karena memang novel ini diset bakal terbit dalam tujuh buku.

Tanggal 18 November kemarin, baru saja dirilis salah satu film dari buku ketujuhnya, Harry Potter and the Deathly Hallows (film ini bakal dirilis dalam dua bagian: Part 1 dan Part 2). Pemisahan film menjadi dua bagian ini sedikit menumbuhkan harapan besar dari sebagian fans yang menginginkan film Harry Potter yang lebih mencakup detail cerita seperti yang digambarkan di novel. Keterbatasan durasi film dan kepadatan detail di novel memang seringkali membuat fans sering kecewa dengan film-film Harry Potter.

Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1 bercerita ketika Voldemort mulai kembali berkuasa atas dunia sihir. Kebangkitannya bahkan ditunjukkan dengan sangat terang-terangan termasuk dengan menguasai Kementerian Sihir. Dengan kendali penuh Voldemort atas dunia sihir, Harry dan anggota Orde Phoenix terpaksa hidup dalam persembunyian. Harry bertekad untuk menghancurkan seluruh Horcrux Voldemort pun menjalani perjalanan pencarian Horcrux-Horcrux lainnya yang tersisa dengan ditemani Ron dan Hermione. Di tengah pencarian, Harry dan teman-temannya menemukan fakta bahwa ada tiga benda sakti yang dikatakan bisa menaklukkan Kematian, benda-benda tersebut dinamakan Relikui Kematian. Cerita pun diakhiri ketika Voldemort akhirnya berhasil mendapatkan salah satu dari Relikui Kematian: Elderwand—Tongkat Elder.

Aku tak mau banyak berkomentar tentang film ini, tapi yang jelas pemenggalan film menjadi dua bagian ini berpengaruh pada dinamisasi cerita. Cerita yang di novelnya baru mencapai setengah ini menjadi terkesan tidak menampilkan sisi bahagia apapun dalam film (kecuali mungkin saat pernikahan dan ciuman dengan Ginny). Alhasil, film menjadi terkesan terlalu suram dan gelap bagiku.

Mungkin film ini bermasalahan tentang pemotongan, tapi, bagiku, detail cerita menjadi lebih ditampilkan dengan baik pada film. Banyak adegan yang mendapat porsi pas dalam segi durasi sehingga membantu penonton dalam mencerna maksud cerita seperti ketika Hermione menghapus memori kedua orang tuanya.

Banyak yang membandingkan sebuah cerita antara novel dan filmnya. Entah bagaimana tanggapan mereka, bagiku, Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1 cukup berhasil menyajikan Harry Potter dalam bentuk “hidup”. Bagaimanapun, senang melihat apa yang selama ini hanya bisa kaubayangkan benar-benar ada, nyata, dan bergerak. Walau mereka hidup dalam kesuraman dan kegelapan sekalipun.

Leave a comment